Budaya Positif
Budaya positif adalah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan yang dilaksanakan sekolah yang berpihak pada murid. Tujuan membangun budaya positif adalah menumbuhkan keyakinan diri murid agar mengembangkan nilai-nilai positif dalam dirinya sehingga dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, menghargai diri sendiri dan nilai kebajikan serta bertanggung jawab. Menciptakan budaya positif di sekolah tidak dapat berdiri sendiri namun dibutuhkan dukungan seluruh stakeholder agar mencapai keberhasilan. Kolaborasi dari seluruh pihak baik dari dalam maupun dari luar sekolah adalah hal sangat penting dilakukan. Kolaborasi tersebut dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan meliputi kepala sekolah, guru, murid dan orang tua serta lembaga kemasyarakatan lainnya yang dapat mendukung pelaksanaan budaya positif.
Penerapan budaya positif dalam aktivitas sehari-hari di sekolah sangat berkaitan dengan nilai lainnya. Misalnya penerapan budaya positif yang sudah dilakukan di sekolah saya seperti Budaya 6S “senyum, salam, sapa, sopan, santun, sepenuh hati”. Budaya ini sangat erat kaitannya dengan penanaman nilai bagaimana menghormati dan menghargai orang lain. Melalui budaya 6S, diharapkan terbangun kekeluargaan antar warga sekolah dan saling menghormati serta menghargai satu sama lain sehingga tercipta hubungan yang baik antar warga sekolah. Contoh budaya positif yang dikembangkan lainnya adalah budaya hidup sehat dan cinta lingkungan. Budaya hidup sehat dan cinta lingkungan sangat erat kaitannya dengan nilai kebersihan dan keindahan. Melalui kebiasaan menjaga kebersihan baik diri maupun lingkungan serta keindahan lingkungan sekolah akan mendorong budaya hidup sehat serta semangat untuk mencintai lingkungan sekolah.
Jika kita menyimak
kembali modul 1.1 sampai dengan modul 1.4 ini, akan terlihat benang merah antar
modulnya, saling mendukung antar modul satu dengan modul lainnya. Budaya
positif dilaksanakan sesuai dengan filosofi pendidikan yang dikemukakan oleh Ki
Hadjar Dewantara yaitu menuntun segala kodrat yang ada pada anak, agar mereka
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai
manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Menuntun tumbuh atau hidupnya
kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan
dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Oleh karena itu menurut
KHD, pendidikan adalah tempat bersemainya benih-benih kebudayaan. Maka dalam mewujudkan disiplin positif ditempuh
dengan mengutamakan pendidikan yang berpusat pada anak.
Guru diibaratkan
sebagai seorang petani yang mengelola dan menuntun siswa untuk mengembangkan
dan meningkatkan bakat, minat dan potensi
sesuai kodrat alam dan
zamannya seperti layaknya ia merawat padi atau tanaman lain. Budaya
positif mewujudkan murid
yang mengambagkan nilai-nilai
Pancasila yang tercermin dalam profil pelajar pancasila yaitu beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan YME, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong,
dan berkebinekaan global. Keenam karakter tersebut tercermin dalam perilaku
sehari-hari yang akhirnya menjadi kebiasaan. Untuk mendukung tercapainya
karakter ini, setiap guru perlu menanamkan nilai-nilai dan pola pikir sebagai
penuntun atau pamong. Untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, dibutuhkan
pendidik yang terampil dan berkompeten sehingga mampu berkontribusi secara
aktif untuk mewujudkan profil tersebut. Peran dari seorang Guru tentunya akan
lebih maksimal jika memiliki keterampilan ataupun kompetensi yang sesuai dengan
tujuan pendidikan yang diharapkan.
Dalam usaha
mewujudkan Profil Pelajar Pancasila ini, tentunya sangat diperlukan peran pendidik untuk menuntun
anak serta menumbuhkan berbagai karakter/nilai yang dijabarkan. Peran pendidik
yang pertama dalam terkait dengan Profil Pelajar Pancasila ini adalah mengenali
dan menjalankan profil ini terlebih dahulu (memulai dari diri sendiri). Ketika
seorang pendidik mencoba mewujudkan profil ini, maka akan lebih mudah bagi
murid untuk mengikutinya. Keteladanan seorang guru dalam menjalankan ini
pastinya akan dilihat dan kemudian dipelajari oleh para murid. Demi mewujudkan
Profil Pelajar Pancasila ini dibutuhkan pendidik yang mumpuni dalam menjadi
teladan dan menciptakan perubahan.
Dalam menyusun
program budaya positif juga diperlukan kolaborasi dengan murid. Dengan
melibatkan murid, maka akan tumbuh komitmen dan kesadaran diri dari murid.
Selain itu murid tidak merasa terbebani dalam melaksanakan budaya positif.
Murid diajak membuat suatu kesepakatan yang berpihak pada murid. Hal ini
merupakan implementasi dari “Merdeka Belajar”. Selain itu, guru juga perlu
menguasai dan mengaplikasikan nilai dan peran guru penggerak dalam melaksanakan
budaya positif di sekolah. Antara lain: mandiri, reflektif, kolaboratif,
inovatif, dan berpihak pada murid.
Budaya positif
merupakan bagian dari visi guru penggerak. Budaya positif harus dikembangkan sehingga
mampu untuk mewujudkan visi guru penggerak yang nantinya juga akan lebih luas
lagi menjadi visi sekolah yakni terwujudnya merdeka belajar dan murid yang
memiliki nilai-nilai profil pelajar Pancasila. Untuk mewujudkan visi tersebut
diperlukan adanya kolaborasi kekuatan positif yang ada baik dari luar maupun
dari dalam sekolah (pemetaan kekuatan). Dalam hal ini dapat dilakukan melalui
suatu pendekatan yaitu pendekatan Inkuiri Apresiatif dengan tahapan BAGJA (Buat
pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali impian, Jabarkan rencana, Atur eksekusi).
Inkuiri Apresiatif adalah suatu pendekatan berbasis kekuatan positif.
Dalam modul visi
guru penggerak tentang paradigma inkuiri apresiatif ini, sebagai CGP saya dapat
menggali nilai-nilai positif baik untuk menerapkan visi sekolah yang berbasis
pada kekuatan, budaya positif yang telah ada di sekolah kemudian dikembangkan
menjadi visi sekolah yang menuju kepada murid merdeka, model pendekatan dalam
konteks ini adalah Paradigma inkuiri apresiatif, Inkuiri apresiatif adalah
sebagai pendekatan manajemen perubahan yang kolaboratif dan berbasis perubahan
, sebagai salah satu model manajemen perubahan dan mencoba menerapkannya
melalui tahapan dalam Inkuiri Apresiatif yang disebut dengan BAGJA (Buat
Pertanyaan, Ambil Pelajaran, Gali Mimpi, Jabarkan Rencana, Atur Eksekusi.
Berbicara tentang
kekuatan dan hal positif, paradigma Inkuiri Apresiatif juga sejalan dengan
pernyataan Ki Hajar Dewantara bahwa anak hidup dan tumbuh sesuai dengan
kodratnya sendiri baik kodrat alam maupun kodrat zaman. Pendekatan paradigma
Inkuiri Apresiatif sejatinya adalah menggali potensi setiap anak sesuai dengan
kodratnya masing masing. Jadi paradigma ini bisa menjadi salah satu metode
untuk mencapai visi yang sesuai dengan visi Ki Hajar Dewantara. Melalui pendekatan Inkuiri
Apresiatif dengan tahapan BAGJA maka peran penting guru dalam mewujudkan
merdeka belajar murid dapat dilakukan dengan carai:1) Menerapkan
pembelajaran yang berpihak pada murid; 2) Menggali potensi pada diri murid baik
(bakat, minat, cara belajar dan lain-lain) sesuai dengan kodrat zaman
(perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi zaman itu; 3) menciptakan suasana
kelas yang menyenangkan dan bermakna; 4) menumbuhkan motivasi intrinsik
siswa.
Setelah mengetahui
peran saya
sebagai guru maka saya
dapat mengambil langkah konkret dalam menerapkan
pendekatan Inkuiri Apresiatif model BAGJA ini antara lain: 1) Memahami kekuatan
kekuatan positif sekolah yang sudah ada; 2) Menyusun visi sekolah sesuai dengan
pendekatan Inkuiri Apresiatif; 4) Menginventarisir kendala kendala yang muncul
dan mencari solusi secara bersama sama dan mengedepankan musyawarah; 4) Bekerja
sama dengan pemangku kepentingan, dan melakukan perannya masing-masing
dengan baik. Sebagai guru dapat menerapkan pendekatan Inkuiri Apresiatif
model BAGJA ini sebagai salah satu cara dalam meningkatkan organisasi/sekolah
atau pembelajaran dalam kelas, Kolaborasi antar pemangku kepentingan seperti
pemerintah, seluruh warga sekolah dan elemen masyarakat menjadi hal yang wajib
dilakukan jika perubahan yang diharapkan mencapai hasil yang
maksimal.
Refleksi
yang dapat saya petik dari mempelajari Modul 1.1 tentang
Filosofi Pendidikan KHD, Modul 1.2 Nilai dan Peran Guru Penggerak, Modul 1.3
Visi Guru Penggerak dan Modul 1.4 Budaya Positif, saya makin menyadari bahwa selama
ini saya masih belum sepenuhnya menjalankan pembelajaran yang berpusat pada
murid. Terkadang masih menjalankan
praktik mendisiplinkan anak dengan cara mengambil posisi kontrol sebagai
pemantau, teman, pencari kesalahan mungkin juga penghukum, bukan menempatkan
diri pada posisi kontrol sebagai manajer yang dapat mendorong anak menemukan
nilai-nilai positif dalam dirinya dan meyakini nilai-nilai positif sebagai
nilai kebajikan.
Setelah belajar dan memahami Modul 1 ini saya bersyukur dan makin bersemangat untuk
belajar dan terus belajar mengasah diri agar dapat memiliki kelima nilai guru
penggerak (Mandiri, Reflektif, Mandiri, Kolaboratif, Berpihak Pada Murid) dalam
diri saya. Saya juga ingin dapat menjalankan peran guru penggerak yaitu menjadi pemimpin
pembelajaran, menjadi
Coach guru lain, mendorong
kolaborasi,
mewujudkan
kepemimpinan
murid
dan menggerakkan
komunitas
praktisi dalam tugas saya sebagai guru.
Membangun dan mengembangkan budaya positif di sekolah dan dapat menjadi
teladan dan penggerak perubahan bagi
murid, rekan sejawat dan komunitas di sekitar saya.
Salam Guru Penggerak. Selalu tergerak, bergerak dan
menggerakkan orang lain untuk kemajuan pendidikan.
=@kher=
0 Comments